Halaman

KETERAMPILAN BEREMPATI

Empati merupakan kemampuan untuk memahami pribadi orang lain sebaik dia memahami dirinya sendiri. Tingkah laku empatik merupakan salah satu keterampilan mendengarkan dengan penuh pemahaman (mendengarkan secara aktif). Seorang konselor hendaknya dapat menerima secara tepat makna dan perasaan-perasaan konselinya. Konselor yang empatik mampu merayap di bawah kulit konseli dan melihat dunia melalui  mata  konseli, mampu mendengarkan konseli dengan tanpa prasangka dan tidak menilai (jelek), dan mampu mendengarkan cerita konseli dengan baik. Konselor yang empatik dapat merasakan kepedihan konseli tetapi dia tidak larut terhanyut karenanya. Dengan demikian konselor empatik mampu membaca tanda-tanda (isyarat, gesture, mimik) yang menggambarkan keadaan psikologis dan emosi yang sedang dialami orang  lain. Orang yang empatik mampu merespon secara tepat kebutuhan- kebutuhan orang lain tanpa kehilangan kendali.

Sebagian individu terampil menginter- pretasikan ekspresi non verbal (ekspresi wajah,   nada suara, bahasa tubuh), dan pikiran serta orang lain. Sementara, orang lain tidak mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut sehingga tidak mampu menempatkan dirinya dalam diri orang lain”, tidak dapat memperkirakan apa yang sedang orang lain rasakan, dan tidak dapat memperkirakan apa yang orang lain senang lakukan. Hal demikian tentu sangat merugikan hubungan personal dengan orang lain. Individu dengan empati yang rendah, cenderung mengulangi pola-pola tingkah laku yang sama yang tidak menyenangkan orang lain, dan cenderung menyamaratakan perasaan dan keinginan orang lain.
Empati berbeda dengan simpati dan antipati. Apati berarti tidak peduli dan tidak  melibatkan perasaan atau tidak menaruh minat dan perhatian terhadap seseorang atau  beberapa orang. Seseorang yang apati terhadap sesuatu biasanya tidak  mau  melibatkan diri, dan biasanya memberikan pesan non verbal yang mengisaratkan  ketidakpedulian seperti Apa peduliku, Ah, itu masalahmu, bukan urusanku, dan lain sebagainya. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, kita memang perlu bersikap apati untuk orang-orang tertentu. Artinya tidak mungkin kita harus menaruh peduli kepada semua orang yang kita jumpai padahal  kita tidak mengenalnya. Akan tetapi jika kita terlalu apatis kita juga akan kehilangan hakikat kemanusiaan kita. Jika apati terjadi pada hubungan- hubungan antar individu yang bermakna maka akan sangat merusak hubungan tersebut.
Simpati, adalah suatu keterlibatan emosi yang berlebihan kepada orang lain.  Simpati dapat mengurangi kekuatan dan kemandirian konselor (sebagai helper) dimana konselor menjadi tidak mampu memberi bantuan ketika dia sangat dibutuhkan. Orang yang simpati kadang kala dikuasai oleh kesedihan orang lain. Ada tendensi yang kuat  bahwa simpati mudah tenggelam dalam suasana sentimentil. Sentimentil merupakan pengalaman emosional yang berlebihan yang dialami oleh seseorang. Simpati bisa dikatakan sebagai ”perasaan untuk (feeling for) orang lain. Hal ini sangat berbeda dengan empati yang lebih bersifat feeling with” (perasaan bersama) orang lain. Empati memiliki tiga komponen penting yaitu 1) pemahaman yang sensitif dan akurat tentang perasaan-perasaan orang lain sambil tetap menjaga agar dirinya tidak terlena menjadi orang lain; 2) memahami situasi yang memicu perasaan-perasaan tersebut; 3) mengkomunikasikan dengan orang lain dengan cara-cara yang membuat orang lain merasa diterima dan dipahami. Pengkomunikasian sikap-sikap empatik dapat dilakukan melalui vebal dan melalui tingkah laku non verbal. Perlu dicatat bahwa dalam  mengekspresikan sikap-sikap empatik, kita harus tetap memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku


Prosedur Berlatih
1.        Pahamilah modul Keterampilan Berempati, tanyakan kepada fasilitator hal-hal yang kurang anda pahami.
2.        Perhatikan penjelasan lebih lanjut dari fasilitator tentang keterampilan berempati.
3.        Dalam kelompok kecil (3 orang), diskusikan perasaan-perasaan yang tergambar dari berbagai ekspresi wajah yang ditayangkan dalam slide
4.        Dengan bimbingan fasilitator, diskusikan hasil kerja kelompok dalam diskusi kelas.
5.        Perhatikan penjelasan dan contoh yang didemonstrasikan fasilitator tentang penggunaan paraphrase sebagai salah satu pengungkapan empati.






sumber: Dr. Suwarjo, M.Si. (2008) UNY - Modul Pelatihan Praktik Keterampilan Konseling

Tidak ada komentar:

Posting Komentar